GM – Kota Gorontalo – Sudah semestinya, pembangunan suatu daerah sebaiknya dapat dibiayai sendiri oleh keuangan daerah, dengan bersumber pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meskipun pada kenyataannya masih banyak daerah mengantungkan keuangnya pada kucuran dana dari pemerintah pusat, pasalnya PAD yang mereka peroleh, salah satunya dari pajak, tidaklah mencukupi untuk membiayai pembangunan.
Seperti halnya yang terjadi di Gorontalo. Diusianya yang ke-22 tahun, daerah pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara tersebut, masih tergolong daerah yang belum mandiri secara fiskal. Itu artinya daerah itu belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri, atau masih sangat tergantung dari Transfer fiskal dari pemerintah pusat.

Berdasarkan penelitian tentang kemandirian fiskal di Gorontalo, yang dilakukan tim kolaborasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo dan Ikatan Sarjane Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Gorontalo, Provinsi Gorontalo masih tergolong dalam zona merah. Daerah dengan tingkat kemandirian fiskal sangat rendah.
Salah satu kesimpulan tim peneliti tersebut adalah derajat Kemandirian Fiskal (MF) regional Provinsi Gorontalo masih berada dalam kategori Belum Mandiri (zona merah) dalam periode 2010-2021. Tetapi trendnya membaik dari tahun 2017 hingga 2021. Khusus Provinsi Gorontalo dan Kota Gorontalo mulai bergeser ke kategori Menuju Kemandirian di tahun 2017, 2019, 2020, dan 2021.

Sementara itu, hasil penelitian tentang dampak kemandirian fiskal terhadap tingkat kemiskinan di Gorontalo cukup menari. Tercatat KF berpengaruh positif terhadap kemiskinan pada periode 2010-2019, tetapi negatif terhadap periode 2010-2021. Tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) pada semua periode. Artinya peningkatan KF dalam kondisi ekonomi normal justru meningkatkan angka kemiskinan. Sebaliknya KF di era terdampak COVID-19 justru menurunkan kemiskinan.(*as)