GM – Kabupaten Gorontalo – Suara nyaring terdengar dari masjid-masjid desa, dari setelah salat isya semalam suntuk sampai pukul 10 pagi. Kalau kita dengar sepintas, suara itu hanya sekedar teriakan-teriakan orang belaka. Namun jika didengar seksama, suara itu adalah suara orang tengah mendoakan, bersyukur, dan memuji kebesaran Nabi Muhammad SAW.
Dalam Bahasa Gorontalo, mereka tengah melantunkan dikili, atau dalam Bahasa Indonesia zikir. Seperti yang tengah dilakukan warga di Masjid At-Taqwa, Desa Bongo, Kabupaten Gorontalo.
Selain berisi doa dan puja puji kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, dikili menjelaskan kisah kelahirannya, kisah kenabian dan kisah wafatnya nabi. Uniknya, naskah asli dikili tertulis dengan bahasa Arab Pegon, tulisan Arab tanpa baris bunyi (harakat), namun berbahasa Gorontalo.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo, Rifli Katili, saat ditemui di sela-sela Festival Walimah, mengemukakan, tidak semua orang bisa dan mengerti akan arti kata-kata yang diucapkan dalam dikili. Selain tanpa harakat, bahasa Arab umumnya tidak mengenal huruf E, O, NG yang lazim ada di bahasa Gorontalo.
Dalam puncak perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang dikemas dalam Festival Walimah tersebut, peserta dikili sebagai doa puncak festival itu, berjumlah ratusan orang. Kebanyakan mereka datang dari luar desa Bongo. Pelantun Dikili itu tidak hanya berasal dari desa Bongo saja, tetapi banyak di antara mereka, yang tidak berasal dari luar desa. Mereka diundang dari masjid lain atau dari kampung lain di Gorontalo.
“Mereka yang melakukan zikir atau syalawat (Dikili, Red) sebanyak lebih dari 180 orang. Dan itu tidak hanya datang dari desa Bongo saja, tetapi dari daerah lain, seperti kota Gorontalo, dan desa-desa lainnya,” terang Rifli.
Mereka datang satu hari sebelumnya. Mereka mengaku hanya ingin turut memeriahkan Festival Walimah dan mendapatkan berkah denngan melantunkan dikili di masjid. (*as / https://gorontaloprov.go.id/ )